Murwakala
Lakon murwakala atau purwakala adalah kisah adicarita asli
jawa, jaman sebelum jawa saka atau yang lebih dikenal dengan jaman jawa dwipa.
lakon ini kemudian dituliskan kembali oleh para pujangga jawa baru yang lebih
dikenal dengan lakon serat paramayoga ( nasehat bagi kaum muda) bagi
para pedhalang.
murwa atau purwa sendiri berarti awal, sedangkan kala berarti waktu, jadi
murwakala kurang lebih berarti awal waktu, atau awal mula jaman, dimana segala
sesuatu baru ada. atau bisa juga disebut awal jaman, karena banyak pula yang
menyebutkan bahwa wayang purwa ini merupakan simbol dimulainya abad saka,
dimulainya perhitungan tarikh suryakala dalam rangkuman tahun Hindu.
jjika merunut kepada filsafat jawa, lakon purwakala ini sebenarnya lebih
kepada bahasan tentang purwa dumadining menungsa atau kejadian awal
dimana eksistensi manusia di dunia dan semua yang terlibat didalamnya, dan juga
tentang inti dari kehidupan manusia atau yang disebut juga kawruh
sejatining urip.
dalam lakon asli tentang murwakala, biasanya terdiri dari 3 bagian yaitu :
- bagian pertama menceritakan tentang kisah wayang purwa carangan atau kisah
tentang para dewa di alam kedewaannya
- bagian kedua menceritakan tentang para dewa yang turun ke marcapada (dunia manusia), ditugaskan oleh batara guru untuk membantu para manusia dari kemarahan batara kala
- bagian ketiga berisi tentang alam kehidupan manusia yang diberi petunjuk oleh dhalang yang merupakan samaran batara whisnu tentang norma-norma dan nilai-nilai etis untuk meraih ketentraman hidup di dunia
- bagian kedua menceritakan tentang para dewa yang turun ke marcapada (dunia manusia), ditugaskan oleh batara guru untuk membantu para manusia dari kemarahan batara kala
- bagian ketiga berisi tentang alam kehidupan manusia yang diberi petunjuk oleh dhalang yang merupakan samaran batara whisnu tentang norma-norma dan nilai-nilai etis untuk meraih ketentraman hidup di dunia
kisah murwakala sendiri dimulai dari cerita lahirnya kalarandya atau yang
lebih dikenal dengan nama batara kala.
syahdan, kala itu batara guru sedang langlang buana (sedang terbang
sambil bercengkerama dan melihat-lihat dunia) dengan istrinya, yaitu dewi uma
dengan mengendarai sapi handini. apa nyana, ternyata ditengah perjalanan, batara
guru tergugah hasrat biologisnya terhadap sang dewi. karena rasa malu terhadap
sapi handini, juga bukan merupakan waktu dan tempat yang wajar untuk
berhubungan biologis, maka dengan berat hati, sang dewi uma menampik keinginan batara
guru. karena ditampik oleh sang istri, maka jatuhlah sotyakama (
sperma yang bernilai tinggi/sakti) batara guru ke samodra dibawahnya.
sotyakama yang jatuh kedalam samodra ini membara di laut bagai bara
api, seolah-olah menggambarkan nafsu dan amarah batara guru yang ditampik
keinginannya oleh dewi uma. dan karenanya, air samodra pun mendidih,
menimbulkan bencana bagi para penghuninya. atas peristiwa tersebut, setelah batara
guru dan dewi uma sampai di suralaya ( keratonnya para dewa ), batara guru
mengutus batara brama (sang dewa api), untuk memusnahkan sotyakama. apa nyana,
saat batara brama berusaha memusnahkan sotyakama, dalam sekejap mata
justru sotyakama tersebut berubah menjadi janin dan dalam sekejap mata berubah
menjadi bayi raksasa yang justru balik melawan batara brama. dalam hal ini batara
brama kalah dan melarikan diri, kembali ke suralaya.
akhirnya batara guru pun mengakui kepada semua dewa yang sedang berembuk
mengatasi bencana akibat sotyakama, bahwa bayi raksasa yang mengejar batara
brama itu adalah anaknya sendiri. maka dipotonglah ari-ari si bayi raksasa
tersebut dengan keris pusakanya, seketika itu juga si bayi raksasa berubah ujud
menjadi raksasa remaja. ari-ari yang dipotong berubah menjadi beberapa lelembut
( mahluk halus, seperti setan, iblis,dll ). raksasa remaja tersebut diberi nama
kalarandya. kedua gigi taringnya pun dipotong oleh batara guru, yang kemudian
berubah menjadi sepasang keris pusaka bernama kalanadhah dan .kaladhente.
” heh danawa, wruhira ! salagune iya ingsun iki kang ayoga ing sira.
sakmengko , sira ingsun patedhahi aran batara kala, amarga tumitahira ana ing
marcapada mbeneri wayah candhikkala. sira ingsun paringi papan-padunungan ana
ing nusatembini, lan sira bakal ingsun paringi pepancen kang minangka dadi
memangsanira “
atau dalam terjemahannya kurang lebih adalah :
” hai raksasa, ketahuilah, sebenarnya aku adalah ayahmu, sekarang engkau
kuberi nama batara kala, karena lahirmu di dunia ini bertepatan dengan
senjakala. engkau kuberi tempat tinggal di nusatembini, dan engkau kuberi
batasan apa-apa saja yang kelak boleh jadi makananmu.”
maka, setelah menerima sabda demikian dari sang batara guru, kalarandya kemudian
pulang ke nusatembini. banyak orang meyakini bahwa nusatembini adalah pulau
karimun jawa.
kelahiran kalarandya ini boleh dibilang salah kedaden atau lahir
dengan proses yang salah, tidak wajar, karena bukan lahir dari gua garba
(kandungan/rahim). kalarandya lahir hanya berasal dari sotyakama, dan
hal itu menyebabkan dia berada diluar tatanan proses kehidupan dunia, diluar tataraning
ngaurip (tingkat alam kehidupan manusia yang wajar). bukan golongan dewa
pun bukan golongan manusia. hal ini menyebabkan kalarandya terkena kutuk sang
hyang tunggal (sang pencipta), dan akan menyebabkan kekacauan dunia,
berupa berbagai bencana, kejahatan, kesengsaraan bagi manusia.
atas peristiwa itu pula, batara guru sangat marah terhadap dewi uma. batara
guru menganggap penolakan uma atas hasratnya-lah yang menyebabkan kekacauan dan
aib tak terkira ini. maka batara guru kemudian mengutuk dewi uma menjadi
raksesi (raksasa perempuan) yang kemudian diberi nama dewi durga. dewi durga
inilah kemudian yang diktadirkan menjadi istri kalarandya.
kalarandya yg lahirnya di samodra, hanya mengenal samodra sebagai sumber
makanannya. hal ini menyebabkan rusaknya ekosistem samodra. batara gangga, sang
penguasa laut kemudian menegur kalarandya, bahwa tidak sepantasnya kalarandya
merusak tempat lahirnya apalagi memakan sesama mahluk laut( karena kalarandya
lahir di lautan, maka bisa juga disebut mahluk laut).
kemudian kalarandya pun menghadap batara guru, memohon agar bisa mendapatkan
makanan yang hidup di daratan macapada juga.mendengar permintaan anaknya, batara
guru pun bimbang, bingung bukan kepalang, karena nafsu makan kalarandya memang
tak mudah dipuaskan. maka batara guru memanggil batara narada untuk dimintai
nasehat. sayangnya batara narada pun sedang bertapa di permukaan samodra, dan
dia tidak mau menghadap kecuali batara guru menjemput sendiri ke tempatnya
bertapa.
setelah dijemput oleh batara guru, keduanya lalu terbang ke
jonggringsaloka,untuk menemui kalarandya. hal pertama yg dilakukan batara
narada adalah memberikan pakaian kepada kalarandya yang selalu telanjang sejak
lahir.lalu batara guru memberi tahu kepada kalarandya mengenai apa saja dan
waktu (sa’at atau orang jawa bilang sangat) makan yang diperbolehkan untuk
kalarandya. kalarandya hanya boleh makan saat surya tumumpang arka (
tepat tengah hari, surya:matahari, tumumpang;diatas, arka:kepala)
namun kalarandya salah mengartikan kata-kata batara guru. maka tepat tengah
hari, ditelannya sang batara surya (matahari), yang membuat dunia siang berubah
menjadi gelap gulita. ketika diberitahu oleh batara guru bahwa dia keliru
memahami ucapan sang ayah, kalarandya kemudian memuntahkan kembali batara surya
dari dalam perutnya.hingga dunia siang kembali terang benderang. oleh karena
cerita ini pulalah, jaman dahulu masyarakat jawa mengenal gerhana matahari
sebagai peristiwa ditelannya batara surya oleh batara kala.
kemudian batara guru kembali menjelaskan perihal mahluk apa saja yanng boleh
dimakan oleh kalarandya. kalarandya hanya boleh memakan manusia-manusia sukerta
dan penganyam-anyam. tetapi batara narada melihat hal tersebut bisa
menyebabkan goro-goro (kekacauan) di macapada. karena yang termasuk golongan
sukerta dan penganyam-anyam tidak sedikit jumlahnya. maka batara narada
memberikan nasehat tambahan kepada kalarandya tentang hakikat hidup, kawruh
sejatining urip, dengan harapan kalarandya memahami artinya dan tidak
menimbulkan goro-goro di marcapada akibat tak bisa mengontrol nafsu makannya.
kalarandya kemudian pulang ke nusatembini. akan tetapi batara guru masih
was-was dengan kelakuan kalarandya yang tidak bisa mengerem hawa nafsunya. maka
diutuslah batara wishnu (dewa kebenaran, penjaga kedamaian dan kesejahteraan
dunia) untuk turun ke marcapada, mengawasi tindak tanduk kalarandya. maka
turunlah dewa wishnu dengan istrinya, dewi sri, yang juga ditemani oleh batara
narada dan sejumlah dewa lainnya.dewa wishnu menyamar sebagai dhalang, istrinya
sebagai sindhen, dan dewa-dewa lainnya menyamar sebagai nayaga (penabuh
gamelan).
wishnu menyamar sebagai ki dhalang kandha buwana (yang artinya dalang yg menceritakan
perihal kehidupan di dunia), yang juga dikenal sebagai dhalang karungrungan
(dalang yanng menyebarkan cinta kasih dan kedamaian). lakon yang dipentaskan
oleh ki dhalang kandha buwana ini tidak jauh-jauh tentang kawruh sejatining
urip, atau hakikat hidup. tentang bagaimana sebaiknya manusia hidup, apa
inti dan tujuan sebuah kehidupan, bagaimana mengenali kesalahan dan memahami
kebajikan. ajaran ini dimaksudkan kepada cangkupan yang lebih luas, bukan
sekedar tentang bagaimana caranya agar manusia luput dari ancaman
kalarandya(yang identik dengan kesengsaraan dan penderitaan), tapi lebih
tentang bagaimana caranya para manusia juga bisa hamemayu hayuning buana (
menjaga kesejahteraan dunia ) yang bukan lagi hanya tugasnya para dewa.
demikianlah, pada akhirnya, meski tugas utama ki dhalang kandha buwana
adalah meruwat orang-orang sukerta dan penganyam-anyam,
sebagai dhalang karungrungan, ki dhalang kandha buana tetap saja mengajarkan
kawruh sejatining urip kepada siapa saja yang mau mendengarkan.
syahdan, pada suatu ketika ki dhalang kandha buwana dan kawan-kawan sedang
meruwat ki buyut dan istrinya, karena mereka termasuk golongan orang-orang sukerta.
ki buyut dan istrinya terlahir masing-masing sebagai anak tunggal, mereka tidak
memiliki saudara sekandung, atau dalam trah sukerta disebut ontang-anting
bagi anak laki-laki, dan bagi anak perempuan disebut unting-unting. di
tengah pertunjukan wayang purwa dengan lakon murwakala ini, menjelang tengah
hari, datanglah lalang darma dan lalang darmi, dua anak kakak beradik ini
sedang dikejar oleh kalarandya untuk dimakan, karena mereka pun termasuk
golongan anak-anak sukerta yang disebut kedhana kedhini.
konon, lalang dharma dan lalang dharmi memang sebenarnya sedang berkelana
mencari dhalang yang bisa meruwat mereka agar mereka lolos dari daftar makanan
kalarandya. ditengah perjalanan mereka berdua, menjelang surya tumumpang
arka, mereka bertemu dengan kalarandya. sadar bahaya yang mengancam,
lalang darma dan lalang darmi bersembunyi di rumah terdekat. apa nyana,
ternyata sang pemilik rumah termasuk golongan penganyam-anyam, karena
rumahnya tidak memiliki tutup keyong, alias segitiga penutup di ujung-ujung
atap. yang artinya si pemilik rumah tidak mengerjakan rumahnya dengan benar dan
sempurna maka mereka termasuk golongan penganyam-anyam. tapi, karena
rumah tersebut tanpa tutup keyong itu pula-lah lalang darma dan lalang darmi
bisa meloloskan diri dari kejaran kalarandya. mereka melarikan diri lewat
lubang tutup keyong yang menganga.
selama mengajar lalang darma dan lalang darmi, kalarandya telah memangsa
banyak orang yang termasuk golongan penganyam-anyam. tapi kalarandya
merasa belum kenyang sebelum memangsa anak-anak sukerta. melihat
kalarandya yang datang di tempat ki buyut yang sedang berlangsung pertunjukan wayang,
tentu saja penonton merasa sangat ketakutan. hal ini membuat ki dhalang kandha
buwana merasa terganggu juga, sehingga ia menghentikan pertunjukannya, menyuruh
kalarandya untuk duduk tenang, ikut menyaksikan pertunjukan wayang yang
sedang ia gelar, juga mengingatkan pada kalarandya jika waktu surya
tumumpang arka telah lewat. yang artinya waktu kalarandya untuk makan
sudah habis.
kemudian, ki dhalang kandha buwana melemparkan sebutir telur ke dalam mulut
kalarandya yang tengah menguap lebar saat kalarandya mulai duduk dan
menyaksikan pertunjukan wayang. karena sedang menguap, telur yang dilemparkan
langsung tertelan dan masuk perut kalarandya, anehnya kalarandya langsung
merasa kenyang dan nafsu makannya langsung hilang.ki dhalang lalu menentramkan
hati kalarandya dan menyarankan kalarandya untuk terus melanjutkan menonton
pertunjukan wayang yang sedang berkisah tentang “kawruh sejatining urip“.
betapa terkejut kalarandya mendengar lakon tersebut. karena sejatinya itulah
yang dijabarkan padanya oleh batara guru dan batara narada sebelum dia pulang
ke nusatembini.
karena penasaran, kalarandya kemudian bertanya, siapa sebenarnya sosok
dibalik ki dhalang kandha buwana ini. namun ki dhalang tidak menjawab
pertanyaan kalarandya, tapi ki dhalang justru membeberkan kisah tentang siapa
kalarandya sebenarnya, segala rahasia yang berkaitan dengan kalarandya, mulai
dari proses kelahirannya yang tidak wajar, hingga ciri-ciri kelemahan
kalarandya. kelemahan kalarandya yang berupa rajah kalacakra yang
terdapat di dahi, dada dan punggung disentuh oleh ki dhalang kandha buwana.
oleh karena hal tersebut, maka lenyaplah kalarandya, moksa (hilang bersama
raganya) kembali ke alam kesempurnaan.
dalam cerita selanjutnya, kelak sosok batara kala atau kalarandya ini akan
muncul kembali sebagai yaksadewa atau kaladewa yang akan membunuh resi hanoman
yang sepanjang hidupnya menjaga gelembung-gelembung udara kejahatan agar tidak
menyebar yang terus saja muncul dari jasad dasamuka yang terhimpit gunung
mayangkara.
* demikian kisah tentang murwakala atau purwakala, konon, ini adalah kisah
wayang tertua sebelum era jawa saka. merunut purwa atau murwa sendiri berarti
awal. kisah ini diceritakan dan tersebar di era jawa dwipa atau era sebelum
jawa saka. banyak teori yang mengatakan bahwa inilah sejatinya kisah asli dari
tanah jawa sebelum mengenal adanya agama. mengingat tahun jawa saka sendiri
identik dengan kehidupan agama Hindu, tahun saka atau yang kita tahu sebagai
tahun hitungan dari agama Hindu sendiri, menurut beberapa kronik, adalah tarikh
suryakala (perhitungan tahun kalender menurut sistem edar matahari) yang
semula diambil dari tarikh jawa asli pranata mangsa yang kemudian
diadopsi oleh brahmana Hindu yang berasal dari india ke tanah jawa yang bernama
aji saka. kemudian dari aji saka inilah kita mengenal tahun jawa saka.
orang-orang sukerta atau anak-anak sukerta banyak sekali
macamnya, ada beberapa kronik yang menuliskan dengan jumlah berbeda. mungkin
diantara masyarakat kita yang beredar adalah yang umum saja, seperti ontang-anting,
untang-unting, uger-uger lawang, kedhana kedhini, kembang sepasang, sendang
kapit pancuran, pancuran kapit sendang, cukit dulit, gotong mayit, keblat
papat, saramba, sarimpi, ipil-ipil, dampit, jampina dan sebagainya.
sementara golongan penganyam-anyam yaitu:
penganyam-anyam laki-laki adalah orang-orang yang melakukan suatu
pekerjaan tapi tidak sempurna karena tergesa-gesa atau tidak selesai
pekerjaannya, sehingga mesih ada kekurangan atau kesalahan yang berakibat
mengganggu manfaat, fungsi dan hasil.
sementara golongan penganyam-anyam perempuan adalah mereka yang
kurang berhati-hati dalam bekerja sehingga menyebabkan banyak kerugian materi.
sebenarnya, kalau mau dijabarkan satu-persatu, tidak bakalan habis waktu
sepanjang hidup, karena sejatinya, inti dari kawruh sejatining urip
itu tak pernah lepas dari nyinau, nggagas dan nyipta atau momot,
momong dan hamemangkat. dan kalau sudah menyangkut hal tersebut,
istilahnya, cerita sepanjang hayat hidup. mungkin lain kali akan ada bahasan
lebih lanjut :)
sumber : http://sejarah.kompasiana.com/2014/12/16/lakon-murwakala-710608.html
Posting Komentar untuk "Murwakala"