Cangik
CANGIK adalah dayang kelas rendah, tetapi akrab dengan keluarga raja, yang biasanya ditampilkan sebagai sejenis pelawak dalam adegan kedatonan
di pergelaran wayang, baik Wayang Kulit Purwa, maupun Wayang Orang. Ia
selalu muncul bersama anaknya bernama Limbuk. Keduanya mempunyai tubuh
yang jauh berbeda satu sama lain. Cangik bertubuh kurus, berleher
panjang. Sedangkan anaknya bertubuh gemuk, pendek.
Permunculannya di pewayangan hanya sebagai tokoh penghangat suasana,
karena dialog antara ibu dan anak itu hanya merupakan lelucon. Biasanya,
mereka hanya membicarakan khayalan dan impiannya suatu saat Limbuk akan
dilamar orang, dan kawin. Adegan ini, dalam pedalangan Wayang Purwa
sering disebut limbukan.
Sebagian dalang kadang-kadang juga menggunakan dialog tokoh Cangik
dan Limbuk sebagai alat untuk tujuan dakwah, pendidikan dan penerangan
masyarakat, dan pesan-pesan dari orang yang punya hajat tertentu.
Selain pada saat jejeran, Cangik dan Limbuk terkadang juga muncul pada
adegan-adegan di keputren. Bila dimunculkan di keputren, pada dialog
lawak di antara keduanya sering diselipkan berbagai nasihat untuk para
gadis, dan juga berbagai kritik umum tentang dunia wanita.
======
CANGIK
Cangik adalah dayang putri kerajaan. Nama ini
didasarkan pada ujud lehernya yang panjang, kepalanya yang menyungkur
dan badannya yang kurus dan yang semuanya itu disebut nyangik, terjadi
dari kata cangik.
Ia seorang perempuan tua yang genit. Maka ia pun
selalu memegang sisir untuk bersisir dan waktu dimainkan, ia kelihatan
sedang menyisir rambutnya.
Cangik bermata kriyipan, berhidung kepik, berbibir
panjang di bawah dengan gigi sebuah yang dihitamkan, berleher panjang,
berbahu turun (Jawa: brojol). Bersanggul besar dikembrigi. Berkain batik
slobog, badan bagian atas berkain dodot, ialah kain pakaian perempuan
di masa masuk ke dalam istana raja. Bergelang. Suara Cangik kecil,
seakan-akan suara orang tak bergigi.
Pada waktu dimainkan, Cangik bertanya kepada
Limbuk, dengan laki-laki macam bagaimana ia akan kawin. Banyak jawab
Limbuk dan seringkah menyindir anak-anak perempuan yang pada menonton.
Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982
1 komentar untuk "Cangik"