Cerita Wayang Lakon "Pandawa Gubah"
Jelang pecahnya perang Bharatayudha, Prabu Matswapati dari Kerajaan Wirata berusaha untuk mengupayakan jalan damai untuk kedua belah pihak yaitu Pandawa dan Korawa. Ia kemudian memberi isyarat bahwa barang siapa yang berhasil menemukan Bale Kencana yang bertiang delapan ratus dan berhasil memasangnya di medan Kurukhsetra, maka ia akan menjadi raja direja. Bale tersebut dulunya adalah takhta Sri Ramawijaya .
Prabu Matswapati kemudian memerintahkan Raden Seta, putera sulung Wirata untuk memberitahukan hal tersebut kepada Pandawa dan Korawa sekaligus memeriksa pembagian wilayah , medan perang Kurukhsetra.Raden Seta pun kemudian berangkat ke Alengka dan Amarta untuk memberitahukan isyarat dari Prabu Matswapati.
Di Alengka, Prabu Duryudana di hadapan Resi Durna, Adipati Karna, Patih Sengkuni dan Para Kurawa serta para raja sekutu Korawa sedang merundingkan mengenai perintah raja Wirata yang telah mereka terima yaitu untuk mencari Bale Kencana.
Duryudana meminta petunjuk kepada Guru Durna, kemana Bale Kencana tersebut harus dicari. Guru Durna kemudian menjelaskan bahwa Bale Kencana masih ada dan kelak yang akan menemukannya adalah Raden Werkudara. Namun para Kurawa tetap bertekad untuk mencari Bale Kencana tersebut. Dursasana, jayadrata, Kartamarma dan Aswatama pun diperintahkan untuk mencarinya.
Mereka harus menempuh jalan lurus ke barat dan jangan sampai menyimpang dan keberangkatannya harus menunggu masa kartika.
Sementara, di Amarta, Yudhistira duduk di singgasananya dengan didampingi Sri Kresna dan dihadapan Raden Werkudara, Raden Arjuna, Nakula, Sadewa, Pancawala, Angkawijaya dan Gatutkaca juga membhasan tentang isyarat yang bisa mengurungkan Bharatayudha yaitu Bale Kencana.
Yudhistira menjadi gelisah dan sedih, karena ia tidak tahu bagaimana Bale Kencana harus dicari. Ia kemudian menyerahkan persoalan ini kepada Sri Kresna. Sri Kresna kemudian memberi nasihat kepada Yudhistira agar tidak cemas, ia pun kemudian menugaskan Werkudara untuk mencari Bale Kencana tersebut. Namun, Werkudara harus diiringi oleh Ki Lurah Semar dan anak-anaknya, karena para punakawan tersebut memiliki tuah masing-masing yang nantinya akan membantu perjalanannya. Sri Kresna juga berpesan agar Werkudara berjalan lurus kea rah barat dan kelak ia akan mendapat petunjuk tentang tempat Bale Kencana tersebut.
Werkudara berpamitan dan segera berangkat ke karang Kadempel untuk menemui Ki Lurah Semar dan anak-anaknya. Kedatangan Werkudara disambut gembira oleh Ki Lurah Semar dan anak-anaknya yaitu Petruk dan gareng. Setelah saling menanyakan kabar, Werkudara menyampaikan maksud kedatangannya.
Semar pun kemudian menjelaskan mengapa dalam menjalan tugas yang sangat berat tersebut yang diperintahkan adalah Raden Werkudara. Penjelasan Ki Lurah Semar, membuat hati Werkudara menjadi lega. Setelah bercakap-cakap sejenak, mereka segera meninggalkan karang Kadempel untuk mencari Bale Kencana. Werkudara berjalan di depan dan diiringi oleh Ki Lurah Semar, gareng dan Petruk.
Dalam perjalanan mereka, di suatu puncak gunung yang akan dilalui oleh Raden Werkudara, berdiamlah dua raksasa yang sangat besar dan mengerikan. Mereka adalah Kalamurka dan Kalasengsara. Keduanya sebenarnya adalah dewa yang sedang mendapat kutukan. Werkudara pun menjadi ragu untuk melewatinya, namun semar kemudian memberi petunjuk bahwa dengan melewati gunung tersebut, ia akan memperoleh petunjuk perjalanan selanjutnya.
Raden Werkudara kemudian berjalan melintasi puncak gunung dan sampailah di gua yang dihuni kedua raksasa tersebut. Dua raksasa yang memang sedang lapar, senang dengan kedatangannya, Werkudara hendak dimakan mereka. Namun Werkudara segera melawan dan terjadilah perkelahian diantara mereka. Setelah kedua raksasa itu lengah, Werkudara menangkap keduanya dan menghantamkan tubuh mereka ke sebuah pohon. Hancur leburlah tubuh kedua raksasa tersebut, namun jasadnya entah hilang kemana.
Namun, tak lama kemudian muncullah dua orang dewa, yaitu Sanghyang Bayu dan Sambu. Keduanya memberi petunjuk kepada Werkudara bahwa apa yang sedang ia cari sudah tidak ada di pulau Jawa melainkan di negeri Singgela. Untuk mencapai kesana, Werkudara harus melalui lautan yang sangat luas. Werkudara pun dibantu oleh kedua dewa tersebut untuk melewati lautan tersebut agar bisa sampai ke negeri Singgela.
Sementara di kahyangan, Sang Hyang Guru dan Hyang Narada sedang membicarakan usaha raja Wirata yang hendak mendamaikan kedua belah pihak yang akan berperang yaotu Pandawa dan Korawa. Tiba-tiba datanglah Batari Durga. Kedatangannya menghadap Hyang Guru ternyata adalah meminta izin untuk menggoda pihak yang hendak berdamai. Hyang Guru pun mengizikan Durga.
Setelah Batari Durga mohon undur diri dan berangkat untuk menjalankan rencananya, Hyang Guru menyesal , mengapa ia member izin Durga untuk mengganggu pihak yang akan berdamai. Hyang Narada pun menjelaskan bahwa hal itu merupakan pertanda bahwa Bharatayudha akan tetap terjadi.
Di Medan Kurukhsetra, Raden Seta sedang memimpin pembagian Negara yang dihadiri raja dari kedua belah pihak. Pembagian wilayah dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan. Menjelang malam pekerjaan sudah hampir selesai, namun mereka menghentikan pekerjaan mereka dan beristirahat. Prabu Baladewa tidur sejajar dengan Raden Seta, dibawahnya tidur patih Sengkuni, Nakula dan Sadewa. Pada saat itulah Batari Durga datang je Pesanggrahan dan dengan kesaktiannya, ia menyusup ke dalam perut patih Sengkuni.
Saat pagi hari tiba, Sengkuni bangun namun tiba-tiba ia menjadi linglung dan berubah pikiran, yang baik menjadi jahat. Ia mengatakan kepada Kurawa bahwa pembagian Negara telah berlangsung secara tidak adil. Sengkuni mengatakan. Hal itu dikarenakan perbuatan Sri Baladewa, raja Mandura, yang kemarin didatangi oleh Arjuna.
Ucapan Sengkuni itu membuat Prabu Baladewa marah. Dihajarnya Sengkuni, namun Sengkuni tidak merasakan sakit sedikitpun. Hal itu karena kesaktian Batari Durga berada padanya. Untuk meredakan kemarahan Prabu Baladewa, Nakula mengusulkan supaya memanggil Sri Kresna.
Sri Kresna kemudian meminta agar Sengkuni seolah-olah dikeroyok. Namun sebenarnya Sengkuni dibawa ke pesanggrahan dengan disertai ucapan-ucapan yang manis. Ternyata benar, dengan cara itu, Durga tidak tahan lagi di perut Sengkuni, ia malu kepada Sri Kresna. Setelah Durga keluar dari perut sengkuni, Sri Kresna kemudian menjelaskan keadaan yang sebenarnya kepada kakaknya, Prabu Baladewa.
Sementara, Raden Werkudara dengan bantuan Sang Hyang Bayu dalm waktu singkat sudah sampai di negeri Singgela. Disana ia bertemu dengan seorang raksasa yang membawanya menghadap Raja Bisawarna.
Raja Bisawarna adalah orang yang mendapat tugas dari Sri Ramawijaya untuk menjaga Bale Kencana. Berdasarkan pesan yang ia dapat, bahwa Bale Kencana bisa diberikan kepada satria tanah Jawa yang mampu Datang ke Kerajaan Singgela. Oleh karenanya Bisawarna tidak bekeberatan bila Bale Kencana diminta oleh Werkudara untuk dibawa ke tanah Jawa. Namun yang menjadi masalah adalah, bagaimana cara memindahkan bale sebesar dan seberat itu.
Namun Werkudara yakin, bahwa ia mampu melakukan itu. Sebelum ia mengangkat Bale yang bertiang delapan ratus itu, Werkudara mengerahkan aji pemberian Batara Bayu. Ia pun berhasil mengangkat bale Kencana dan dengan petunjuk Batara Bayu, Raden Werkudara segera membawa Bale Kencana tersebut ke tanah Jawa. Semula ia menginjak tanah tiga kali dengan menggendong Bale Kencana.Ia pun melesat jauh sekali. Saat itu Bale Kencana memancarkan sinarnya yang gemerlapan. Kebetulan, Anoman yang sedang bertapa di puncak gunung Kendalisada, melihat cahaya gemerlapan itu. Ia tidak lupa dan yakin bahwa cahaya itu berasal dari Bale Kencana, Singgasana Sri Ramawijaya, gustinya dulu. Anoman pun mengira bahwa ada seseorang yang ingin mencurinya. Anoman pun langsung menyerang Werkudara dan berusaha merebut Bale Kencana. Pertarungan keduanya berlangsung sengit, hingga pada akhirnya Werkudara menendang Anoman yang saat itu berhasil merebut Bale Kencana, namun Bale Kencana lepas dari tangan Anoman dan melesat jauh hingga jatuh ke dalam laut.
Pada sat itulah mereka menghentikan pertarungan mereka dan tahu siapa sebenanrya musuhnya. Keduanya pun kemudian menceritakan keadaan yang sebenarnya. Anoman menjadi sangat menyesal begitu mendengar penjelasan Werkudara. Ia pun kemudian menasihati Werkudara agar segera kembali ke Amarta dan melaporkan kejadian yang sebenarnya kepada Sri Kresna.
Dalam perjalanannya kembali ke Amarta, Raden Werkudara dihadang oleh para Korawa yang juga sedang mencari Bale Kencana. Pertarungan pun tidak bisa dihindarkan, namun pada akhirnya Dursasana tidak berhasil mengalahkan Raden Werkudara. Utusan Korawa pun akhirnya mundur dan lebih memilih melanjutkan perjalanan ke Wirata. Mereka akan mengaku bahwa telah berhasil menemukan Bale Kencana namun dirampas di tengah jalan.
Sementara itu di tegal Kurukhsetra, kedua kubu baik dari Pandawa maupun Korawa mengadakan pesta hingga larut malam. Malam itu Raden Burisrawa sebenarnya hendak perdi ke pesanggrahan Dewi Sumbadra, namun tersesat di pesanggrahan Lesanpura yang menjadi pesanggrahan Arya Setyaki. Kedatangan Burisrawa di pesanggarahan Lesanpura pun diketahui oleh Arya Setyaki terjadilah perkelahian antara keduanya, hingga melibatkan Adipati Karna. Ini sebenarnya sudah menjadi .
Raden Seta kembali ke Wirata untuk melaporkan hasil kerjanya dalam engukur pembagian wilayah.Datanglah raja Amarta dan Raja Astina beserta Sri Kresna yang kemudian disusul oleh Raden Werkudara. Werkudara kemudian menceritakan pengalamannya saat mencari Bale Kencana, sampai Bale Kencana tenggelam ke dalam dasar laut dan pencegatan para Korawa. Mendengar hal itu, Prabu Suyudana semakin geram dan keinginannya untuk menyelesaikan pertikaian dengan jalan peperangan semakin bulat.Bharatayudha memang sudah tidak bisa dihindarkan dan dicegah.
Sumber : https://blog.hadisukirno.co.id/
Posting Komentar untuk "Cerita Wayang Lakon "Pandawa Gubah""