Jagad Gumelar
Lakon ini mengisahkan tentang terjadinya alam semesta dalam pewayangan.
Yang Maha Kuasa menciptakan alam dengan suara mendengung, kemudian
tampak cahaya bulat, berputar. Cahaya yang bentuknya serupa telur itu
ditangkap oleh Sang Hyang Maha Kuasa, lalu dicipta menjadi tiga ujud.
Bagian kulit cahaya itu menjadi bumi dan langit, bagian isinya menjadi Cahya atau Teja, dan intinya menjadi Manik dan Maya. Keempatnya lalu dipuja kembali menjadi ujud manusia, berupa bambangan bagus.
Mereka diberi nama Batara Manik, Batara Nurada, Batara Antaga, dan Batara Ismaya, dan diberi tugas untuk membuat lakon. Batara Manik diperintahkan untuk berkuasa di alam Triloka; Batara Nurada diperintahkan membantu Batara Manik; Batara Ismaya ditugasi untuk momong manusia di dunia yang berbudi luhur; sedangkan Batara Antaga harus menjadi pamong manusia yang jahat.
Keempat makhluk ciptaan Sang Hyang Maha Kuasa menyatakan sanggup dan pergi ketempat tugasnya masing-masing. Selanjutnya Batara Manik dikenal sebagai Batara Guru; Batara Nurada sebagai Batara Narada; Batara Antaga sebagai Togog atau Tejamantri; Batara Ismaya sebagai Semar alias Badranaya.
Batara Guru kemudian menikah dengan Dewi Uma, putri Batara Umaran dari Kerajaan Parasu. Mereka kemudian memperanakkan para dewa.
Suatu ketika Batara Guru mengatakan bahwa Pulau Jawa masih miring letaknya. Bagian barat pulau itu ada Gunung Jamurdipa yang besar dan tinggi. Agar seimbang Batara Guru memerintahkan sekalian anak-anaknya untuk memotong gunung itu dan memindahkannya sebagian ke bagian timur pulau.
Ketika para dewa menggempur Gunung Jamurdipa, ternyata mereka merusak kahyangan tempat tinggal Batara Calakuta, makhluk ciptaan Sang Hyang Maha Kuasa lainnya. Batara Calakuta memerintahkan segala jenis makhluk berbisa. Terjadilah perang antara para Dewa melawan Batara Calakuta dan anak buahnya.
Batara Calakuta kalah dan lari ke lereng Gunung Jamurdipa sebelah timur. Di tempat itu ia menciptakan kolam yang jernih airnya tetapi amat berbisa. Sewaktu para dewa sampai ketempat itu dan meminum airnya, mereka tewas semua.
Batara Guru yang menyusul ke tempat itu heran mengapa semua dewa mati. Sementara itu, karena haus ia juga meneguk air kolam berbisa itu. Namun, begitu sampai di tenggorokannya, ia sadar bahwa air itu berbisa. Segera dimuntahkannya air itu. Namun, karena pekatnya bisa itu, leher Batara Guru menjadi biru. Itulah sebabnya ia bergelar Batara Nilakanta, yang artinya si Leher Biru.
Dengan air kehidupan, para dewa kemudian dihidupkan kembali.
Sementara itu, raksasa gandarwa Rembuculung tiba-tiba datang dan merebut air kehidupan dan menelannya. Batara Candra memergokinya dan melaporkan kepada Batara Wisnu. Dengan senjata Cakra, Batara Wisnu memenggal leher Rembuculung. Bagian tubuh dari leher ke bawah mati, tetapi kepala Rembuculung tetap hidup. Kepala raksasa gandarwa itu dendam kepada Batara Candra.
Selanjutnya untuk memelihara alam ciptaan Sang Hyang Kuasa, Batara Guru juga mencipta beberapa dewa lainnya.
Bagian kulit cahaya itu menjadi bumi dan langit, bagian isinya menjadi Cahya atau Teja, dan intinya menjadi Manik dan Maya. Keempatnya lalu dipuja kembali menjadi ujud manusia, berupa bambangan bagus.
Mereka diberi nama Batara Manik, Batara Nurada, Batara Antaga, dan Batara Ismaya, dan diberi tugas untuk membuat lakon. Batara Manik diperintahkan untuk berkuasa di alam Triloka; Batara Nurada diperintahkan membantu Batara Manik; Batara Ismaya ditugasi untuk momong manusia di dunia yang berbudi luhur; sedangkan Batara Antaga harus menjadi pamong manusia yang jahat.
Keempat makhluk ciptaan Sang Hyang Maha Kuasa menyatakan sanggup dan pergi ketempat tugasnya masing-masing. Selanjutnya Batara Manik dikenal sebagai Batara Guru; Batara Nurada sebagai Batara Narada; Batara Antaga sebagai Togog atau Tejamantri; Batara Ismaya sebagai Semar alias Badranaya.
Batara Guru kemudian menikah dengan Dewi Uma, putri Batara Umaran dari Kerajaan Parasu. Mereka kemudian memperanakkan para dewa.
Suatu ketika Batara Guru mengatakan bahwa Pulau Jawa masih miring letaknya. Bagian barat pulau itu ada Gunung Jamurdipa yang besar dan tinggi. Agar seimbang Batara Guru memerintahkan sekalian anak-anaknya untuk memotong gunung itu dan memindahkannya sebagian ke bagian timur pulau.
Ketika para dewa menggempur Gunung Jamurdipa, ternyata mereka merusak kahyangan tempat tinggal Batara Calakuta, makhluk ciptaan Sang Hyang Maha Kuasa lainnya. Batara Calakuta memerintahkan segala jenis makhluk berbisa. Terjadilah perang antara para Dewa melawan Batara Calakuta dan anak buahnya.
Batara Calakuta kalah dan lari ke lereng Gunung Jamurdipa sebelah timur. Di tempat itu ia menciptakan kolam yang jernih airnya tetapi amat berbisa. Sewaktu para dewa sampai ketempat itu dan meminum airnya, mereka tewas semua.
Batara Guru yang menyusul ke tempat itu heran mengapa semua dewa mati. Sementara itu, karena haus ia juga meneguk air kolam berbisa itu. Namun, begitu sampai di tenggorokannya, ia sadar bahwa air itu berbisa. Segera dimuntahkannya air itu. Namun, karena pekatnya bisa itu, leher Batara Guru menjadi biru. Itulah sebabnya ia bergelar Batara Nilakanta, yang artinya si Leher Biru.
Dengan air kehidupan, para dewa kemudian dihidupkan kembali.
Sementara itu, raksasa gandarwa Rembuculung tiba-tiba datang dan merebut air kehidupan dan menelannya. Batara Candra memergokinya dan melaporkan kepada Batara Wisnu. Dengan senjata Cakra, Batara Wisnu memenggal leher Rembuculung. Bagian tubuh dari leher ke bawah mati, tetapi kepala Rembuculung tetap hidup. Kepala raksasa gandarwa itu dendam kepada Batara Candra.
Selanjutnya untuk memelihara alam ciptaan Sang Hyang Kuasa, Batara Guru juga mencipta beberapa dewa lainnya.
Posting Komentar untuk "Jagad Gumelar"