Jayadrata
ARYA JAYADRATA nama sesungguhnya adalah Arya Tirtanata atau Bambang
Sagara. Arya jayadrata putra angkat Resi Sapwani/Sempani dari padepokan
Kalingga, yang tercipta dari bungkus Bima/Werkudara. Arya Tirtanata
kemudian dinobatkan sebagai raja negara Sindu, dan bergelar Prabu
Sinduraja. Karena ingin memperdalam pengetahuannya dalam bidang tata
pemerintahan dan tata kenegaraan, Prabu Sinduraja pergi ke negara Astina
untuk berguru pada Prabu Pandu Dewanata.
Untuk menjaga kehormatan dan
harga diri, ia menukar namanya dengan nama patihnya, Jayadrata. Di
negara Astina Jayadrata bertemu dengan Keluarga Kurawa, dan akhirnya
diambil menantu Prabu Drestarasta, dikawinkan dengan Dewi Dursilawati
dan diangkat sebagai Adipati Buanakeling. Dari perkawinan tersebut ia
memperoleh dua orang putra bernama; Arya Wirata dan Arya Surata.
Jayadrata mempunyai sifat perwatakan; berani, penuh kesungguhan dan
setia. Arya Jayadrata mahir mempergunakan panah dan sangat ahli bermain
gada.Oleh Resi Sapwani ia diberi pusaka gada bernama Kyai Glinggang.
Jayadrata tewas oleh Arjuna di medan perang Bharatayuda sebagai senapati
perang Kurawa. Kepalanya terpangkas lepas dari badannya oleh panah
sakti Pasopati.
RADEN JAYADRATA
Raden Jayadrata anak pujaan Begawan Sapwaniwijawastra dari negara
Banakeling dan berasal dari bungkus bayi Raden Bratasena. Waktu lahir,
Raden Bratasena tebalut di dalam bungkus bayinya. Setelah Raden
Bratasena keluar dari bungkusnya, oleh Dewa bungkus itu di buang dan
jatuh di negara Banakeling. Bungkus bayi itu diambil oleh Begawan
Sapwani, dipujanya dan menjadi seorang anak laki-laki yang diberinya
nama Jayadrata dan juga Ksatria Banakeling.
Setelah dewasa, Jayadrata ingin menghamba diri pada raja dan atas
petunjuk Sapwani, Jayadrata dianjurkan, supaya menghamba pada Raden
Bratasena, Pendawa yang kedua dan diterangkan pula padanya, bahwa
Bratasena adalah saudaranya.
Dalam perjalanannya untuk mendapatkan Bratasena, Jayadrata berjumpa
dengan Patih Sakuni membujuknya, supaya menghamba pada raja Astina,
seorang raja negara besar dan kaya pula dan Sakuni pun berjanji akan
mengangkat Jayadrata sebagai penggawa besar serta akan mengawinkannya
dengan Dewi Dursilawati, adik Prabu Suyudana. Bujukan Sakuni ini adalah
suatu tipu muslihat yang cerdik, sebab di dalam kegagahan dan ketampanan
Jayadrata ia ada melihat suatu kemungkinan di masa depan untuk
mengangkat Jayadrata sebagai pahiawan Astina dalam menghadapi Pendawa
kelak.
Segala rancangan Sakuni terwujud. Jayadrata menjadi penggawa besar,
kawin dengan adik Suyudana, Dewi Dursilawati dan diberi kekuasaan besar
pula dengan sebutan ksatria agung. Kerajaan Astina dengan demikian
mendapatkan seorang pahlawan untuk diajukan kelak dalam perang
Baratayuda. Rupa Raden Jayadrata mirip dengan Raden Wrekodara dan Raden
Gatotkaca. Mengingat roman mukanya dan mergingat pula asal-usulnya,
Jayadrata sebenarnya, bila ditinjau dari segi kebatinan lebih dekat pada
Pendawa daripada Astina.
Dalam perang Baratayuda, Jayadrata dipuja-puja secara sembunyi oleh
Sapwani, supaya menang di dalam perang. Dalam hubungan ini, Arjuna
berkata, “Kalau hari ini aku tak dapat membunuh Jayadrata, aku akan
bunuh diri dengan jalan membakar diri.” Ucapan ini terdengar oleh
Sapwani. Lalu disembunyikanlah baik-baik Jayadrata. Tetapi setelah tiba
saatnya bagi Arjuna untuk bunuh diri, mengintai Jayadrata dari
persembunyiannya. Perbuatannya ketahuan oleh Prabu Kresna dan atas
titahnya, Arjuna pun melepaskan panahnya, tepat mengenai Jayadrata,
hingga putus lehernya. Oleh Arjuna kepala Jayadrata dilemparkan ke
hadapan Sapwani yang sedang memuja.
Jayadrata bermata telengan, berhidung dempak, bermuka agak tunduk.
Bentuk muka yang demikian menunjukkan suatu kegagahan. Berambut sanggul
keling. Berjamang tiga susun dengan garuda membelakang. Berprada.
Bergelang, berpontoh, dan berkeroncong. Berkain kerajaan lengkap dan
bercelana cindai.
Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982
Posting Komentar untuk "Jayadrata"